Ikat
Hati Anak dengan Mendengarkan Ceritanya
“
Listen earnestly to anything your
children want to tell you, no matter what. If you don’t listen eagerly to the little stuff when they
are little, they won’t tell you the big stuff when they are big, because to
them all of it has always been big stuff ” ( Catharine M. Wallace)
Dengarkanlah
semua cerita anak-anakmu ketika mereka masih kecil, meskipun hanya cerita hal
remeh. Jika anda tidak mau mendengarkan hal itu ketika mereka masih kecil,
mereka tidak akan menceritakan hal besar ketika mereka dewasa. Karena bagi
anak-anak semua hal itu adalah hal besar.
Kutipan
di atas saya dapatkan saat saya mengikuti kelas online di sebuah komunitas bagi
ibu pembelajar. Kebetulan pembahasan kelas saat itu adalah cara komunikasi
produktif baik dengan pasangan maupun dengan anak. Kebanyakan peserta kelas
online yang seluruhnya ibu-ibu seperti diingatkan kembali untuk belajar lagi
cara berkomunikasi dengan anak. Cara berkomunikasi dengan anak tentu berbeda
dengan cara berkomunikasi dengan pasangan. Ditambah lagi, ibu adalah orang yang
paling sering berkomunikasi dengan anak sejak anak bangun sampai anak tidur
lagi. Apalagi ibu tidak selalu dalam keadaan siap untuk mendengarkan semua
cerita anak karena kesibukan ibu yang beragam, istilah sekarang ibu ‘rempong’
alias ibu yang terlalu banyak urusan.
Setelah
mendapat kutipan quote di atas
sebagian besar peserta termasuk saya seperti diingatkan kembali agar selalu
memperhatikan dan mendengarkan cerita anak dengan penuh perhatian. Kadang
anak-anak selalu ingin menceritakan apa saja yang mereka temui di sekolah
maupun di rumah. Mereka menceritakan semua hal dari cerita temannya yang tidak masuk
sekolah karena sakit sampai cerita kalau dia ingin membeli sesuatu. Semua,
hampir semua diceritakan oleh anak. Kadang saya sebagai orang tua menganggap,
“ah begitu saja diceritakan”, atau berpikir “ hal gak penting kok diceritakan”
atau membatin “ibu sudah tahu akhir ceritanya”. Akibatnya, saya pun tidak
selalu mendengarkan cerita anak dengan antusias tinggi (listen eagerly) seperti kata
Catharine dalam kutipan di atas. Biasanya saya hanya mendengarkan sambil lalu
dengan hanya mengiyakan dan sesekali bertanya.
Setelah
membaca kutipan di atas, saya seperti diingatkan kembali untuk mendengarkan
cerita anak dengan penuh antusias dan seksama. Saya tentu tidak ingin ketika
anak saya dewasa, mereka tidak mau menceritakan hal penting yang mereka alami.
Saya tidak ingin suatu saat nanti anak curhat kepada orang lain atau bahkan
saya mendengar hal penting malah dari cerita orang lain bukan dari cerita anak
saya sendiri.
Mulai
saat itu juga saya berusaha untuk selalu mendengarkan cerita mereka. Ternyata dengan
mendengarkan sepenuh hati, cerita mereka cukup menarik. Kami bisa tertawa
bersama mendengar cerita anak dan teman-temannya di sekolah maupun di rumah.
Ada saja kisah lucu maupun mengharukan dalam cerita kepolosan anak-anak tersebut.
Dengan mendengarkan cerita anak-anak, saya belajar banyak hal dari anak-anak.
Selain itu satu hal yang lebih penting
adalah ikatan hubungan (bonding) kami
menjadi lebih dekat.
Betul sekali, Mbak. Kalau kita mendengarkan cerita anak sambil lalu, kita sendiri yang akan rugi karena nanti mereka akan lebih percaya dengan orang lain daripada ibunya. TFS Mbak Anis :)
BalasHapusmakasih mba Rizki Kurnia Dewi sudah berkunjung ke blog yang masih sederhana ini
BalasHapusMb anisss 😘
BalasHapusmba Elvy :)
BalasHapus