Adab terhadap diri sendiri
Mujahadah (Perjuangan)
Bagian #1
☘️🌼☘️🌼☘️🌼☘️
SERIAL ADAB
Orang Muslim mengetahui bahwa musuh besarnya ialah hawa nafsu yang ada dalam dirinya, bahwa watak hawa nafsu adalah condong kepada keburukan, lari dari kebaikan, dan memerintahkan kepada keburukan seperti dikatakan Zulaikha dalam Al-Qur'an,
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh dalam kejahatan."(Yusuf: 53).
Selain itu, watak hawa nafsu ialah senang malas-malasan, santai, dan menganggur, serta larut dengan syahwat, kendati di dalamnya terdapat kecelakaannya, dan kebinasaannya.
Jika orang Muslim mengetahui itu semua, maka ia memobilisasi diri untuk berjuang melawan hawa nafsunya, mengumumkan perang, mengangkat senjata untuk melawannya, dan bertekad mengatasi seluruh perjuangannya melawan hawa nafsu, dan menantang syahwatnya.
Jika hawa nafsunya menyukai kehidupan santai, maka ia membuatnya lelah. Jika hawa nafsunya menginginkan syahwat, maka ia melarangnya. Jika dirinya tidak serius dalam ketaatan, dan kebaikan, maka ia menghukumnya, dan memarahinya, kemudian ia mewajibkannya mengerjakan apa yang tidak ia kerjakan dengan serius, dan mengganti apa yang ia sia-siakan dan ia tinggalkan.
Ia bawa dirinya ke dalam pembinaan seperti itu hingga dirinya menjadi tentram, bersih, dan menjadi baik. Itulah tujuan utama mujahadah (perjuangan) terhadap hawa nafsu (diri). Allah Ta'ala berfirman,
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al-Ankabut: 69).
Ketika orang Muslim berjuang melawan dirinya agar menjadi baik, bersih, suci, tentram, berhak mendapatkan kemuliaan Allah Ta'ala, dan keridhaan-Nya, maka ia mengetahui bahwa ini adalah jalan orang-orang shalih dan orang-orang yang jujur, kemudian ia berjalan di atas jalan tersebut karena ingin meniru mereka dan menapaktilasi jejak-jejak mereka. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam saja melakukan qiyamul lail hingga kedua kakinya bengkak. Tentang hal tersebut, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya, kemudian beliau menjawab,
"Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?" (Diriwayatkan Muslim).
Adakah mujahadah yang lebih tinggi dari mujahadah Rasullullah ﷺ di atas? Demi Allah tidak ada.
Sumber : Minhajul Muslim
Syekh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi
══════ 📚●● 🕌●●📚══════
Komunitas Keluarga Muslim - Yogyakarta
📸 : IG. @Komunitas.Keluarga.Muslim
💻 : FB KeluargaMuslim Yogya
📹 : YT komunitas keluarga muslim yogya
📧 : kkm.yogya@gmail.com
Komentar
Posting Komentar