Langsung ke konten utama

Sampah Organik dan Upaya Pengelolaannya


Sampah Organik dan Upaya Pengelolaannya


sumber gambar ig @dkwardhani

Sudah sejak lama saya ingin mengolah sampah organik yang ada di rumah saya. Salah satu alasannya adalah tidak adanya lahan di rumah saya yang bisa dibuat lubang sampah atau jogangan dalam bahasa jawanya.

Selama ini saya membuang sampah atau sisa organik dari dapur dengan bekerja sama dengan tetangga yang memiliki peliharaan ayam di rumahnya. Namun tidak semua sisa organik dari dapur bisa dimakan oleh ayam. Sisa organik dapur seperti kulit buah, cangkang telur, kulit bawang tentu ayam tidak mau memakannya. Selama ini saya mencampur sisa organik ini dengan sampah lain danberakhir di tempat sampah. 

Alhamdulillah Allah menunjuki saya jalan untuk bertemu dengan kelas #belajarzerowaste yang digawangi oleh Bu Dini DK Wardhani.  Saya jadi belajar tentang berbagai alternatif komposter seperti komposter drum biru, keranjang tatakura, dan komposter gerabah. Untuk keranjang takakura saya pernah mendapat inforrmasi tentang ini di Majalah Ummi, namun tidak detail. Beruntung saya bergabung dengan kelas Bu Dini dan mendapat alternatif berbagai komposter gerabah yang bisa dipilih.

Saya memilih komposter gerabah yang menurut Bu Dini mudah diaplikasiknan dan mengikuti prinsip kearifa lokal yaitu seperti jogangan atau lubang sampah di tanah. Langkah awal yang saya lakukan adalah melobi suami untuk mengantar ke tempat penjualan gerabah. Sesampainya di sana tidak ada tong gerabah. Adanya adalah pot keramik yang berukuran tidak begitu besar hanya setinggi 30-an cm dan selebar 20-an cm. Bismillah saya pun membelinya. 

Sesampainya di rumah saya sekali lagi meminta tolong suami untuk membawanya ke tetangga kami yang memiliki bor listrik untuk melubangipot tersebut. Selanjutnya pot diberi lubang di bagian samping sebanyak 4 lubang. 

Tahapan berikutnya saya meminta anak untuk datang kerumah simbah untuk meminta bahan yang dibutuhkan untuk membuat kompos. Ada beberapa bahan yang diperlukan seperti tanah, dedaunan kering, dan pupuk kandang. Setelah semuanya diperoleh,saya pun memulai membuat komposter gerabah. Dengan memberi dasar dedaunan kering, selanjutnya diisi dengan tanah yang sudah dicampu pupuk kandang, dan dicampurkan dengan air leri dan ditutup lagi dengan dedaunan kering. 

Keluarga banyak yang bertanya sebenarnya saya sedang membuat apa? Apa tugas sekolah? Hi..hi..saya menjawab bukan karena saya dan anak sedang membuat komposter gerabah. Kebanyakan berkomentar “untuk apa sih?”, “kenapa harus repot memilah sampah?”. Yah begitulah. Saya pun menjelaskannya semampu saya. Untungnya anak saya pun bersekolah di sekolah alam dan pernah membuat kompos. Untungnya dia juga mendukung proyek #belajarzerowaste ini. 

Dalam perjalanan membuat kompos kadang ada timbul bau busuk, ada banyak hewan kecil yang muncul seperti semut dan hewan kecil yang terbang (tengu), lembab dan keluar air. Namun satu prinsip yang selalu disampaikan Bu Dini bahwa membuat kompos adalah menggunakan prinsip keseimbangan artinya keadaan kompos tidak basah atau kering melainkan lembab. Jika terlalu basah, ditambahi jerami. Jika terlalu kering ditambahi air leri. Jika kompos berhasil, maka kompos tidak berbau dan terasa hangat. Alhamdulillah setelah berjalan kurang lebih 2 bulan, komposter gerabah saya tidak berbau busuk (hanya berbau tanah) dan terasa hangat. Beberapa sisa organik yang dimasukkan pun sudah menghilang (hancur). Wah senangnya saat apa yang kita lakukan membuahkan hasil.

#belajarzerowaste
#olahsampahorganik





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Poster Marhaban Ya Ramadhan

Membuat Poster Marhaban Ya Ramadhan   Kali ini saya menceritakan family project kami yang sudah lalu di ramadhan tahun ini. Proyek ini juga merupakan tugas bersama orangtua dan anak dari sekolah Kakak Ts. Proyeknya adalah membuat poster dalam rangka menyambut bulan ramadhan. Dengan memanfaatkan kertas yang ada di rumah, kami membuat poster tersebut. Tugas membuat poster dari sekolah sudah dimulai sejak 2 tahun yang lalu. Dulu saat dia umur 7 Tahun hampir semuanya saya yang mengerjakan tugas membuat poster. Kakak Ts hanya membantu menempel kertas. Selain baru belajar, tugas membuat poster itu juga merupakan proyek bersama orang tua dan anak. Sekarang saat dia berumur 9 tahun sudah cukup mendiri dalam membuat poster ramadhan-nya. Hampir semua dia lakukan sendiri mulai dari mencari kertas warna-warni, membuat tulisan dan gambar, dan menempelkannya pada kertas poster. Saya hanya membantu sedikit dengan memberikan finishing touch agar hasilnya terlihat lebih baik. Alha

Dongeng si Tompel (1)

Dongeng si Tompel (1) Adik yang baru berumur 2 tahun ssangat senang jika dibacakan cerita atau didongengi. Kali ini saya mengarang cerita berdasarkan gambar yang ada di halaman belakang Bobo Junior. Gambar yang terdiri dari 4 gambar berurutan tanpa teks membuat saya berkreasi mengarang membuat cerita. Salah satu dongeng Tompel favorit adik adalah cerita si Tompel saat bermain bola sendiri. Di sampingnya ada ikan di akuarium memperhatikannya. Kemudian bola si Tompel masuk ke dalam akuarium. Blup...suara bola mengagetkansi ikan. Ikan merasa kesal dan ddengan sekuat tenaga ikan menyundul bola keluar akuarium dengan kepalanya. Wusss...bluss...bola masuk ke gawang. Tompel terkaget-kaget. Hi..ceritanya sederhana ya. Meski demikian adik sangat menyukainya. Dia menirukan gerakan menyundul bola dan selalu menyukai cerita itu. #Tantangan10hari #Level10 #KuliahBunsayIIP #GrabYourImagination

Menghitung Tutup Botol UHT

Menghitung Tutup Botol UHT Sore itu Adik Fd bermain di rumah saja. Musim hujan sekarang ini tidak nyaman untuk bermain di luar. Seperti kebanyakan batita yang aktif, adik kecil ini pun bermain apa saja dengan benda yang ada di sekitarnya. Kebetulan dia melihat sekumpulan tutup botol bekas UHT di plastik. Tutup botol UHT memang sengaja tidak saya buang dengan alasan beberapa hal yaitu memanfaatkan barang bekas sebagai sarana berhitung anak dan juga sebagai sarana kreativitas dengan mewarnainya dengan cat air beraneka warna. Untuk alasan pertama sudah bisa terwujud yaitu sebagai sarana Adik Fd menghitung angka satu sampai sepuluh. Untuk alasan kedua belum terwujud karena saya belum sempat mengajak anak-anak untuk mengecat tutup botol tersebut. Setelah mendapatkan tutup botol tersebut, Adik Fd menyebarkannya dan memasukkannya kembali ke dalam botol. Hal seperti itu dilakukannya beberapa kali. Agar aktivitas tersebut bermakna, saya mendampingi dengan menyebutkan angka satu s